Senin, 29 Mei 2017

Nasihat Untuk Anak Laki-Laki





Kau tiba-tiba berdiri dengan tegap, mendongakkan kepala keatas menatap langit mendung. Kau mengatakan takjub dengan celah perak dilangit setelah memperhatikannya. Padahal tadi kau tampak seperti tanaman layu yang akarnya terperangkap didalam  tanah tandus.

Jika kau cukup merasa bosan dengan kehidupanmu, jauh lebih baik jika kau mati saja.
Hei nak, dengarkan aku!!
Manusia tak semuanya penting, kau harus sadar itu. karena itulah kau tak perlu menunggu hari esok untuk mengubah takdirmu agar lebih baik. Lakukan saja yang kau bisa, jangan pedulikan mereka yang hanya menginginkan kau jatuh disumur penyesalan.

Cukup !!

Jangan sembunyikan kepalan tanganmu, kau sendiri belum cukup tua untuk menjual semua mimpimu kepada kegelisahan. Tenangkan dirimu! Biarkan otat dan saraf-sarafmu bersantai sejenak. Sudahi saja mengikuti jalan yang ditempuh mereka. Kau adalah kau, satu-satunya yang bisa kau jadikan pemicu dalam hatimu adalah dirimu sendiri.

Tak perlu menjadi orang yang hidup terlalu bijaksana, tak perlu menangis jika kau merasa benar, tak perlu rapuh oleh kepalsuan dan  tak perlu takut, karena pada akhirnya kau akan membenci dirimu sendiri.

Sekali lagi, santaikan sejenak tubuhmu. Darahmu perlu mengalir berlahan agar kau dapat merasakan ketenangan. Gapai lagi semangatmu untuk meraih kejayaan diri, sebelum akhirnya kau akan menjadi suram. Lupakan segala bayangan ketakutan, kerena hanya akan mendatangkan bayangan kehampaan semata.

Meskipun kau sendiri tak begitu memahami, muntahkan saja segala lukamu yang sudah terkubur sejak lama didalam hatimu. Meski jika kau sekarang masih saja tersandung, kau tetap harus bergerak. Gunakan kakimu walaupun harus diseret dengan paksa. Kau harus maju. Kau harus tetap berteriak meski tak ada seorangpun yang mau menjawabnya. Apakah kau ingin menjadi orang yang hanya duduk manis  sambil tertawa gila tanpa melakukan apapun?
Aku yakin , kau tak mau hal seperti itu terjadi padamu kan?
Jadi, janganlah begitu, 

 jangan  menjadi orang yang buta jika melihat jalan yang berliku dengan alasan kau sudah terbiasa dengan jalan lurus yang selalu tersedia untuk dilalui jika diperlukan.

Ini nasihatku untukmu, semua anak laki-laki. Ingatlah, kelak kau akan menjadi seorang pria yang akan menghadapi berbagai terpaan yang begitu besar dan menyakitkan. Kau tak akan bisa menangis meskipun kau ingin sekali menangis.  Kau harus meju, jika tidak ingin dilindas oleh kejinya perkembangan zaman. Jangan cengeng! Karena  sudah menjadi takdirmu terlahir sebagai laki-laki. Berpikirlah positif, cobalah segala sesuatu yang membuat hatimu penasaran. Buka matamu lebar-lebar!  Hiduplah dengan kuat, karena nanti kau harus menjadi pria tangguh yang akan melindungi kehormatan keluargamu.

Tamat

Pelukis Senja






Sebuah batu besar duduk sendirian ditengah pasir hitam yang berkilauan bermandikan cahaya redup sinar jingga. Angin semilir bergerak pelan namun pasti dari arah utara menuju selatan. Ombak berhamburan, saling mengejar dan tak tahu siapa pemenangnya.

Seorang pria muda sedang duduk asyik sendirian dibatu besar itu sambil sibuk melukis langit senja yang ada dilangit barat. Dengan lihai, luwes dan penuh keterampilan , tangan kirinya mulai menggoreskan warna-warna indah di kanvas putih bersih itu. Namanya Wacik , pemuda pendiam yang hanya punya satu lengan. Lengan kanannya lenyap dimakan oleh rakusnya virus penyakit yang menyerangnya 3 tahun silam. Meski begitu, wajahnya masih terlihat kalem dan teduh. Senyum ditiap sudut bibirnya menandakan bahwa dia adalah seorang pemuda yang tegar.Lalu, Seorang gadis berparas cantik datang menghampirinya. Gadis berambut hitam panjang yang selalu disanggul itu,selalu datang dan menemani Wacik tiap kali ia sedang melukis.

“ kang Wacik” sapa gadis itu dengan senyum lebar dikedua sudut bibirnya. Wacik menoleh sebentar kemudian membalas senyumnya dengan senyum hangat miliknya.

“masih saja kemari, bukankah ayahmu sudah melarangmu dengan keras?” tanya Wacik dengan santainya setelah menyadari bahwa gadis itu sudah berada disampingnya sambil mengamati lukisan yang tengah dibuatnya.

“maafkan ayahku atas kejadian kemarin” ucapnya lirih tapi tegas, ia merasa bersalah atas kelakuan yang telah ayahnya berbuat

“ minta maaf untuk apa?” timpal Wacik seolah tak mau mengingat kejadian buruk yang kemarin terjadi ditempat itu.

Gadis itu merasa bersalah, tiba-tiba wajahnya murung, ia tak mampu lagi memandang wajah pemuda disampingnya itu dengan kedua bola mata indahnya.

“ kang, bisakah aku bertanya?” ucap gadis itu yang tiba-tiba membuka bibirnya  yang tadinya mengatup rapat,berusaha mengalihkan pembicaraan

“ bicaralah “ suruh Wacik dengan santai

“ bagaimana jika ayahku tak lagi merestui hubungan kita?” tanya gadis itu dengan ragu-ragu

Wacik tak mau menjawab, tangannya masih saja sibuk dengan permainan warna yang sedari tadi sudah menemaninya.

“ aku akan menikah. Ayahku akan menjodohkanku dengan pria lain, walaupun aku sangat mencintaimu tapi  kau tahu sendirikan watak ayahku bagaimana ?” tambahnya mempertegas perkataannya

“ itu sebabnya kemarin beliau marah besar ?” tanya Wacik dengan santai, meskipun perasaannya tiba-tiba mati rasa. Apalagi setelah melihat anggukan dan sorotan kedua bola mata gadis pujaannya itu.

“ sudahlah, memang aku tak pantas untukmu “ ucap Wacik mencoba legowo dengan keadaan yang memainkan perasaannya. Gadis itu tampak murung mendengar pernyataan dari pujaan hatinya itu.

“ tapi jujur saja. Batinku menolak keras permintaan ayah walaupun pada kenyataannya aku tak mampu menolak permintaannya, didalam hatiku ini hanya ada nama dan wajahmu seorang, kang. Bagaimana bisa aku hidup tanpa mendampingimu,kang?” ucap gadis itu mulai mengutarakan isi hati yang sebenarnya.

“ lengan kananku telah dimakan penyakit. Aku hanya tak mau belas kasihan dari siapapun. Meskipun dulu ayahmu telah membuat janji tentang perjodohan kita, tapi beliau sendiri yang mengingkarinya. Bahkan beliau hendak menikahkanmu dengan pria lain. Itu adalah keputusan ayahmu, aku dapat memahaminya. Kau paham maksudku kan?”  ucap wacik santai sambil menyalakan rokok dengan satu tangannya.

“ apa kang Wajik setuju dengan keputusan ayah ?” ucap gadis itu cemas

“ bukan begitu,meskipun kita telah melewati hari-hari  bersama-sama,  dan juga pernah saling jatuh hati bahkan sampai sekarang. Bukan berarti kita jodoh kan?  Sekarang ayahmu akan menikahkanmu dengan pria lain, mungkin saja dialah jodohmu. Justru akulah yang harusnya tahu diri, menjadikanmu sebagai kekasih tanpa sebuah ikatan yang direstui oleh orang tua adalah sebuah kesalahan. Tapi meskipun begitu setidaknya aku senang bisa menjagamu dari orang-orang yang bukan muhrimmu sampai sejauh ini, hingga akhirnya takdir mempertemukan kalian berdua. Kau tahu ? karena aku sudah menganggapmu seperti adik kandungku sendiri“ ucapnya

Wacik yang biasanya diam tanpa kata-kata , tiba-tiba menjadi banyak bicara, tentu saja untuk menjelaskan mana yang baik dan mana yang tidak, hal itu sudah menjadi wataknya sejak dulu. Ia  bicara jika diperlukan dan diam jika tak ada yang perlu dibicarakan

 “ sikap bijak inilah yang membuatku tergila-gila padamu,kang. Meskipun kau hanya pelukis senja yang minim akan materi tapi hatimu kaya akan kelapangan dada dan keikhlasan, andai saja... “ gadis itu tak sanggup lagi untuk melanjutkan ucapannya.

“ winda ayo pulang !”seru pria berumur sekitar 40 tahun yang tiba-tiba datang dengan suara lantang nan tegas, seolah tak mengizinkan winda anaknya dekat-dekat dengan pemuda buntung.

“maaf akang, aku harus segera pulang. Semoga lain kali kita bisa  bertemu lagi ditempat ini “ucapnya . ia pun pergi meninggalkan wacik , berlalu tanpa bayangan samar yang tak lagi bisa dilihat dari kejauhan.

Semenjak pembicaraan waktu itu. wacik tak pernah lagi bertemu dengan winda, serasa yang kemarin itu adalah pertemuan terakhir mereka. Sekarang ia harus melukis sendirian tanpa gadis manis yang selalu melihat tangan kirinya dengan lihai menggoreskan warna dikanvas putih bersih.

Hingga suatu hari seorang anak kecil datang menghampirinya sambil memberikan secarik kertas merah yang terlipat rapi dan berbungkus plastik bening yang indah. ia membukanya berlahan agar isinya tak ikut robek. Lalu membacanya didalam hati. Sebuah kertas undangan dari sang kekasih yang 3 hari lagi akan melangsungkan pernikahannya dengan pria pilihan orang tuanya. Pria dengan bibit bobot yang  sudah jelas.

Dibalik kertas undangan itu ada tulisan tangan winda, sebuah pesan untuk sang kekasih

“ untuk akang wacik yang tercinta, maafkan aku. Aku tak bisa memberikan undangan ini langsung kepadamu, aku tahu meskipun kau hanya pelukis senja, tapi aku tak pernah menganggapmu sebelah mata. Aku sudah bersabar menunggumu tapi takdir berkata lain.Aku sudah mengenalmu lama,  dan kau sangat baik kepadaku. kau itu layaknya langit senja, pendiam, kalem tapi menyenangkan dan juga mendamaikan jiwa. Semoga akang selalu sehat dan dalam ridhoNya. Sekian.. “

Pesan singkat itu membuat wacik mati rasa, walaupun bibirnya tersenyum tapi sorot matanya kosong, seakan tak bisa membohongi keadaan hatinya. Dia telah patah hati, tapi pikirannya tak mau mengakuinya. Dia lalu diam tanpa kata-kata, matanya memandang kosong langit senja.

“ maafkan aku, aku hanya pelukis senja yang minim akan materi aku tak cukup berani untuk bertemu dengan orang tuamu dan melamarmu agar kita bisa hidup bersama-sama “ ucapnya pelan sambil berlalu meninggalkan lukisannya ditengah pantai sendirian.

Tamat.

Tanda Perpisahan




Aku menyadari sebuah jeritan kesakitan yang terdengar keras dipikiranku, namun aku tak mau peduli, aku akan terus maju dengan luka ini. Tak masalah jika dilupakan dan berakhir tanpa perasaan. Lagipula aku telah mengunci hatiku yang berkarat  ini. Tak masalah jika aku terluka dan tak bisa merasakan rasa sakit lagi, aku akan tetap berlari meski harus menyeret kedua kakiku ini. 
Walaupun harus kehilangan jati diri yang hancur dalam suara yang pecah, bagiku itu tak masalah. Aku hanya menganggapnya sebagai deruan angin malam yang kebetulan saja lewat.

Waktu itu ingin kusampaikan kabar baik untukmu dan juga menyembuhkan segala luka yang kau derita saat ini, sebelum akhirnya aku hancur dalam beratnya dunia. Kau tahu? Aku tak mampu lagi menyembunyikan sebuah kebohongan, aku ingin jujur.Walaupun aku harus memilih pilihan yang sulit, sebuah pilihan yang tak bisa melukai dengan kekuatan. Dan meskipun suara keji itu masuk kedalam diriku melalui telinga kiri dengan membawa penuh penyesalan. 

Seperti kancing baju yang tidak sesuai, hati dan tubuhku pun merasakan hal yang sama. Ketidakselarasan dan terpisah satu sama lain. Kau tahu? Aku hanya berharap kau mau mencoba memahami hati ini sekali lagi. Sebelum akhirnya kita berdua saling mengucapkan selamat tinggal tanpa kata-kata.

Ucapan selamat tinggal yang menyesakkan dada. Selamat tinggal, selamat tinggal dan selamat tinggal.

Meskipun kita tak lagi bisa bertemu dikemudian hari, tapi aku sendiri akan terus berjalan ,melangkahkan kedua kakiku ini bahkan didunia dimana kau tak lagi tinggal didalamnya. Aku akan tetap berjalan, meskipun harus melewati rasa sakit sendirian. 

Tanpa teman.. tanpa kawan dan juga tanpamu, Kekasihku

Selamat tinggal.

Penyesalan





Tiba-tiba aku merindukanmu dan berharap kita bisa bersama lagi seperti sediakala. Kau tahu? Sekarang aku sadar, tanpamu aku merasa begitu lemah, seperti orang yang terkena virus penyakit mematikan yang menjalar kesetiap organ vital. 

Disaat aku tak mampu lagi untuk melakukan segalanya tanpamu, kau malah lenyap begitu saja dengan seiringnya waktu. Bahkan kau tak memberi kabar ataupun ucapan salam perpisahan. Kau tahu apa yang aku rasakan jika memikirkan kepergianmu yang  tiba-tiba begitu? Aku merasa telah mati ditusuk oleh berbagai benda tajam dari belakang punggungku hingga menembus kesatu titik yaitu hatiku.

Dewa sialan,

Sekarang aku baru sadar. Langit telah mengutukku  dan menjatuhkanku kedalam keputusasaan tanpa belas kasih. Ini semua salahku sendiri, kalau saja waktu itu aku tak membiarkanmu pergi.

Aku jadi ingat hari dimana aku dulu membiarkanmu pergi, disebuah halte bus aku menatap kejam dari kejauhan padahal kau sedang menangis. Kau menangis? Ya. Itu adalah ulahku. Kita bertengkar hebat waktu itu, komitmen yang kubuat dulu untuk hubungan kita malah kuingkari sendiri.
Tapi sekarang aku mendapatkan karmanya, jika ingat waktu itu aku merasa dihempaskan ketanah tandus dengan keras, hingga semua tulangku remuk. 

Orang-orang berkumpul dan meneriakiku, suaranya sangat melengking  serasa hendak memecahkan gendang telinga. Mereka berkata “sebuah kesalahan besar telah mencampakanmu”, lalu mereka berkata lagi” sangat sulit mendapatkan gadis lain sepertimu didunia yang munafik ini”.
Aku berusaha menyumbat kedua telingaku dengan paku besi agar tak dengar lagi teriakan mereka.Tapi tetap saja aku bisa mendengarnya dengan jelas nasihat mereka. Ini adalah hukuman.Tolong ampuni aku! Kumohon. Aku menyesal.

Saat malam datang, air mataku terus saja tak berhenti menangis. Entah apa yang sebenarnya terjadi, aku pergi kedokter untuk sekedar mencari tahu resep obat peredam sakit hati karena penyesalan. Tapi kata dokter obat penyembuh lukaku hanyalah kau. Tapi bagaimana aku bisa sembuh jika kau sendiri telah pergi jauh meninggalkanku?

Saat aku mengatakan aku telah mendapatkan penggantimu dan mengatakan bahwa keadaanku baik-baik saja, semua itu hanyalah sebuah kebohongan semata. Tapi kau malah menganggapnya serius.

Tolong, jangan bahagia tanpaku. Air mataku jatuh begitu banyak hanya karena penyesalan yang kubuat sendiri. Tolong maafkan aku. ini semua salahku, aku tak sanggup jika hidup tanpamu.

Aku membuka album photo pemberianmu, tapi entah kenapa wajahmu  dalam photo tiba-tiba menghilang. Siapa yang melakukannya? Apa kau telah kembali dan merobek semua foto? Jika memang itu benar,  maka aku lah satu-satunya orang yang akan merasa bahagia atas kepulanganmu. Tapi sayangnya  itu hanyalah pemikiranku yang salah.Aku harap kau akan baik-baik saja disana, hatiku takkan berubah meskipun tak bisa lagi bersamamu.

Waktu itu, aku meneleponmu tapi tak ada jawaban apapun darimu. Aku mencoba untuk tetap tegar , tapi tetap saja, aku masih saja tak mampu untuk melepasmu. Aku tak rela jika kau berjalan bergandengan tangan dengan pria lain.

Kau tahu? Sekarang aku sendirian meskipun aku sendiri membencinya. Aku hanya ingin meminta maaf kepadamu tapi aku sendiri tak begitu yakin apakah kau akan memaafkanku.
Seperti yang kau tahu, aku telah meninggalkanmu. Aku berpikir bahwa ini adalah keputusan yang benar untuk dilakukan. Walaupun hatiku merasakan luka yang begitu perih, tapi bagian lain dari diriku merasa lega. Apa menurutmu aku berlebihan?

Aku telah membuatmu marah. Bahkan memberi hadiah kecil untukmu pun aku tak mampu. Bukankah hal itu tampak bodoh? Tapi entah kenapa air mataku tak juga berhenti jika mengetahui kenyataan bahwa kau telah pergi meninggalkanku. Ini tak masuk akal, kita takkan  berjumpa lagi. Kisah cinta kita selesai dengan kesalahan yang kubuat sendiri akibat kebodohan akut yang kuderita.

Rindu





Serasa seperti kerumunan angin yeng berkumpul menjadi satu dan bergerak tergesa-gesa menuju gelombang yang jauh ada didepan sana. Sekarang keputusanku sudah bulat walaupun jalanku masih panjang tapi aku sudah takkan lagi melanjutkan masa depan yang kugambar dikertas putih itu.

Untukmu yang jauh disana, aku ingin mengantarkan sebuah pecahan angin yang kudapatkan dari bukit itu. bukit dimana kita menyatakan sebagai pasangan kekasih. Jangan bersedih. Jangan pula merasa kesepian, aku akan selalu ada untukmu walaupun aku tak pernah tahu keberadaanmu yang sebenarnya .tapi tenanglah ,masih ada angin itu, angin yang akan menghubungkan hati kita berdua.

Waktu bergerak terasa sangat cepat, benar-benar terasa lebih cepat daripada biasanya. Hingga aku harus terbangun dalam mimpiku. Aku melihatmu, aku dan juga kau. Kita berdua  berlari mencari cahaya yang samar dibawah langit yang gemerlapan oleh bintang-bintang. Apa kau menyukainya?

Walaupun pertemuan dan perpisahan terus saja terulang, aku tetap saja masih seperti anak kecil yang suka menggambar ditanah lalu membuangnya kepinggir jalan. Tapi jika nanti kita bertemu lagi , kita akan meluruskan benang kusut ini, kita akan saling bicara mengenai banyak hal dan tersenyum sebanyak mungkin sampai akhirnya kita kelelahan.