Sabtu, 20 Mei 2017

Mungkin Lain Kali



                MUNGKIN LAIN KALI
Aku duduk disofa ruang tamu sambil sesekali melirik ponsel dan jam tanganku. Suasana dirumahku malam itu sudah sangat senyap. Tak ada suara lagi terdengar, bahkan suara orang yang biasa lalulalang disamping rumahku pun seakan enggan melangkahkan kakinya lagi.

“kriiing!!” suara ponselku berbunyi satu pesan masuk dari ponselku. Aku segera mengambil ponselku dan membaca pesan yang masuk. Ternyata dari Santoso temanku, seseorang yang sudah kutunggui dari tadi.

“san, kau dimana? Aku akan menjemputmu sekarang” isi pesan itu.

“ya. Aku sudah menunggumu dari tadi” balasku. 

Aku segera mempersiapkan diri, semua yang kuperlukan sudah kumasukan kedalam ranselku tinggal dibawa saja. malam ini kami memutuskan untuk kembali mencoba keberuntungan di ibu kota karena kami sudah jenuh menyandang gelar sebagai pengangguran.hampir setengah tahun, bayangkan waktu yang begitu sangat lama. Sudah cukup rasanya menelan pil mentah dari para tetangga yang sering mencibir dan mengatai kami.

Jam sudah menunjukan pukul 21.30, kami bergegas mempersiapkan diri. Setelah meminta restu dan ridho dari sang ibu, kamipun segera pergi meninggalkan kota kelahiran yang permai menuju kota angkuh yang sulit ditaklukan untuk orang seperti kami.

Jam demi jam sudah berlalu dan kota demi kota sudah disinggahi. Malam minggu yang sunyi untuk jalan yang sebesar pantura, hanya ada beberapa truk yang melintas disamping motor kami.  Hamparan sawah yang tiada jelas warnanya serta suara serangga menambah eksotisme kesunyian malam. Tapi tak apalah, aku cukup terhibur dengan kelajuan motor 80 km/jam. Memang aku akui, temanku yang satu ini pantas diacungi jempol untuk masalah kebut-kebutan memacu kuda besi bahkan dibandingkan dengan kemampuanku dalam berkendara, aku hanya seujung jari.
Gerimis yang mengguyur tubuh kami tak bisa menghentikan langkah kami agar segera sampai tujuan, karena kami sudah janji akan sampai di terminal cibitung, bekasi tepat waktu dan sebagai laki-laki melanggar janji adalah hal yang memalukan.

Akhirnya kami sampai disubang, setengah perjalanan sudah kami tempuh, pemandangan para kupu-kupu malam dipinggir jalan menjadi hiburan tersendiri bagi kaum laki-laki seperti kami. Tapi walau begitu, kami tak punya niatan untuk mampir dan bermalam ditempat para wanita pinggir jalan itu.

Kami berhenti disebuah pom bensin terdekat pinggir jalan pantura, areanya sangat luas dan lumayan bersih. Kata Santoso, ia sering berhenti disini jika sedang menempuh perjalanan jakarta-tegal. Santoso memarkirkan motornya. Kami duduk dipinggal jalan beraspal sambil memandangi truk-truk bermuatan besar berlalu lalang saling mengejar seakan sedang dalam perlombaan.

“sudah jam berapa?” tanya Santoso

“jam 02.00 pagi” jawabku singkat setelah melihat jam diponselku.

“sekitar 2 jam lagi kita sampai” ucap Santoso

“sudahlah. Kita istirahat dulu sebentar” balasku

Setelah istirahat yang cukup, kami melanjutkan perjalanan. Sebenarnya aku kasihan kepada Santoso, karena ia tampak kelelahan,matanya yang memerah ditambah bawah matanya yang berkantung gelap menandakan ia sudah mengantuk berat, tapi entah mengapa ia bisa kuat dan memaksakan diri. Untuk kali ini aku benar-benar tak bisa diandalkan, aku sendiri punya kelainan mata. Mataku tak bisa melihat dengan jelas ketika gelap ditambah kemampuan berkendaraku yang kurang mahir. Semua itu membuat nyaliku menciut. Tapi dengan niat yang baik dan penuh kehati-hatian akhirnya kami sampai tujuan dengan selamat.

Aku segera menghubungi Garda agar segera menjemput kami. Garda sendiri adalah salah satu kawan didesaku yang sekarang bekerja disalah satu perusahaan besar swasta dan tinggal dikota perantauan sudah 2 tahun lamanya.

Kami disambut hangat oleh Garda, kami dipersilahkan masuk kekosnya yang sederhana tapi bersih dan rapi. Ia menyuruh kami duduk dan dengan cekatan menyuguhkan kami berdua secangkir kopi dan makanan ringan yang tersedia dikosnya.

“maaf da, jadi ngerepotin” ujarku

“santai sajalah” balasnya enteng.

Keesokan harinya tepatnya hari senin, aku bersiap, hari ini aku akan mendatangi salah satu perusahaan di ibu kota untuk melakukan psikotes dengan diantar Santoso.Santoso sendiri akan pergi menemui salah satu kawan lamanya karena memang sudah ada janji sedangkan Garda seperti biasa menjadi buruh pabrik sukses yang super sibuk.

Sesampainya ditempat tujuanku, aku dan Santoso berpisah. Santoso berjanji akan menjemputku jika tesnya sudah selesai. Aku berjalan menuju pos satpam untuk melapor dan mendatakan diri sebagai peserta yang telah diterima lamarannya. Aku sempat mengobrol dengan beberapa peserta lainnya tanpa menyebutkan nama bahkan bertanya nama, tapi kami seolah-olah sudah kenal lama.

Tak lama kemudian hal yang sudah ditunggu-tunggu tiba. Pak satpam menyuruh kami, 20 orang peserta untuk berbaris dan berjalan teratur satu persatu masuk keaula untuk melaksanakan psikotes. Di aula kami bertemu dengan HRD pihak penyelenggara tes. Beliau sempat memperkenalkan diri serta memberikan intruksi perihal psikotes yang akan kami hadapi. Beliau memberikan kami waktu 1 jam untuk menyelesaikan semua soal-soal yang ada. Aku dengan percaya dirinya tak 
mempermasalahkan hal itu karena aku yakin aku bisa lolos, aku berasumsi soalnya sama seperti apa yang telah aku jalani diperusahaan-perusahaan sebelumnya.
Dan tepat seperti dugaanku. Setelah menunggu seminggu lamanya, akhirnya aku dapat kabar dari HRD bahwa aku lolos dan bisa melanjutkan tes tahap berikutnya yaitu tes interview. Aku sangat gembira tapi juga merasa cemas. Sudah berkali-kali ikut tes interview diberbagai perusahaan tapi aku selalu gagal, aku takut jika akan terjadi hal yang serupa. Mungkin 2 tahun yang lalu ketika baru lulus smk aku bisa lolos tes interview dan bekerja diperusahaan besar karena mungkin penampilan dan wajah polosku tapi tidak untuk kali ini, aku sudah tidak bisa membodohi pihak penyelenggara tes dengan alasan-alasan palsu. Tapi tak apalah bermodalkan niat baik dan basmallah aku siap menghadapi apapun yang akan terjadi.

Senin, diminggu pertama, aku sudah siap dengan pakaian ciri khas pelamar kerja yaitu hitam putih. Santoso tak bisa mengantarku lagi karena ia harus keluar pagi buta karena sudah ada perlu sedangkan Garda sudah dari tadi kuantar ketempat kerjanya. Kali ini dengan kemurahan hatinya, Garda meminjamkan kuda besi hitam miliknya untuk dipakai olehku datang ke perusahaan untuk melakukan tes interview.

Aku segera berangkat menuju tempat tujuanku. Sesampainya disana sudah kudapati ramainya halaman perusahaan yang dipenuhi oleh pasukan hitam putih. Aku memarkirkan motor dan segera menghubungi satpam, nomor 25 adalah nomor antrianku. Aku mengobrol dengan peserta lainnya sambil menunggu giliran. Rasanya sangat membosankan memang, ditambah waktu yang dibutuhkan tiap peserta memerlukan hampir 20 menit. Aku sudah menduga pasti giliranku sampai sore tiba. Dan setelah menunggu hingga hampir sore akhirnya aku mendapatkan giliran. Aku dipandu satpam masuk keruangan aula untuk bertemu dengan pihak HRD. Rasanya deg-degan, tapi sebisa mungkin aku menenangkan diri supaya jika ditanya tidak gerogi dan lancar menjawabnya. 

Pertanyaan demi pertanyaan , aku jawab dengan lancar. Walaupun kadang ada yang aku jawab asal-asalan tapi hal tersebut tak membuatku gerogi dan tetap releks. Alhamdulillah tes yang aku hadapi lancar, hanya butuh memerlukan waktu 15 untuk melakukannya. Tapi aku harus menunggu selama 2 minggu untuk mendapatkan pengumumannya, semoga saja aku lolos dan bisa diterima bekerja sehingga gelar pengangguranku segera berakhir disini.

Sudah 2 minggu lamanya aku menunggu kabar dari pihak perusahaan tapi naas tak ada kabar apapun. Kedua temanku menyarankan untuk tetap sabar tapi pada akhirnya aku memutuskan untuk pulang kampung dan akan menunggu kabarnya dirumah saja karena aku tak mau lebih lama lagi merepotkan Garda. Walaupun mungkin Garda tak pernah merasa keberatan tapi aku sendiri sadar diri bahwa tak baik selalu merepotkan dan mengandalkan orang lain.

Dikampung aku tetap menunggu jawaban, tapi kejadian naas terjadi. Kartu perdanaku hangus entah kenapa. Aku sudah menghubungi bahkan datang ke pihak gallery kartu perdana milikku tapi sayang nasib baik tak berpihak kepadaku. Aku harus merelakan kartuku yang sudah bertahun-tahun menjadi penghubungku dengan semua orang-orang dekatku yang jauh tak dipandang mata. Padahal kartu sedang kugunakan untuk menanti kabar perihal hasil interview tapi apa boleh buat, akhirnya aku harus merelakan kerja kerasku yang pada akhirnya gagal seperti biasanya. Mungkin bukan kali ini, tapi mungkin lain kali..

Lain kali aku pasti bisa dan lebih beruntung lagi...

tamat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar