MUNGKIN
LAIN KALI
Aku duduk disofa ruang tamu sambil sesekali melirik ponsel
dan jam tanganku. Suasana dirumahku malam itu sudah sangat senyap. Tak ada
suara lagi terdengar, bahkan suara orang yang biasa lalulalang disamping
rumahku pun seakan enggan melangkahkan kakinya lagi.
“kriiing!!” suara ponselku berbunyi satu pesan masuk dari
ponselku. Aku segera mengambil ponselku dan membaca pesan yang masuk. Ternyata
dari Santoso temanku, seseorang yang sudah kutunggui dari tadi.
“san, kau dimana? Aku akan menjemputmu sekarang” isi pesan
itu.
“ya. Aku sudah menunggumu dari tadi” balasku.
Aku segera mempersiapkan diri, semua yang kuperlukan sudah
kumasukan kedalam ranselku tinggal dibawa saja. malam ini kami memutuskan untuk
kembali mencoba keberuntungan di ibu kota karena kami sudah jenuh menyandang
gelar sebagai pengangguran.hampir setengah tahun, bayangkan waktu yang begitu
sangat lama. Sudah cukup rasanya menelan pil mentah dari para tetangga yang
sering mencibir dan mengatai kami.
Jam sudah menunjukan pukul 21.30, kami bergegas
mempersiapkan diri. Setelah meminta restu dan ridho dari sang ibu, kamipun
segera pergi meninggalkan kota kelahiran yang permai menuju kota angkuh yang
sulit ditaklukan untuk orang seperti kami.
Jam demi jam sudah berlalu dan kota demi kota sudah
disinggahi. Malam minggu yang sunyi untuk jalan yang sebesar pantura, hanya ada
beberapa truk yang melintas disamping motor kami. Hamparan sawah yang tiada jelas warnanya
serta suara serangga menambah eksotisme kesunyian malam. Tapi tak apalah, aku
cukup terhibur dengan kelajuan motor 80 km/jam. Memang aku akui, temanku yang
satu ini pantas diacungi jempol untuk masalah kebut-kebutan memacu kuda besi
bahkan dibandingkan dengan kemampuanku dalam berkendara, aku hanya seujung
jari.
Gerimis yang mengguyur tubuh kami tak bisa menghentikan
langkah kami agar segera sampai tujuan, karena kami sudah janji akan sampai di
terminal cibitung, bekasi tepat waktu dan sebagai laki-laki melanggar janji
adalah hal yang memalukan.
Akhirnya kami sampai disubang, setengah perjalanan sudah
kami tempuh, pemandangan para kupu-kupu malam dipinggir jalan menjadi hiburan
tersendiri bagi kaum laki-laki seperti kami. Tapi walau begitu, kami tak punya
niatan untuk mampir dan bermalam ditempat para wanita pinggir jalan itu.
Kami berhenti disebuah pom bensin terdekat pinggir jalan
pantura, areanya sangat luas dan lumayan bersih. Kata Santoso, ia sering
berhenti disini jika sedang menempuh perjalanan jakarta-tegal. Santoso memarkirkan
motornya. Kami duduk dipinggal jalan beraspal sambil memandangi truk-truk
bermuatan besar berlalu lalang saling mengejar seakan sedang dalam perlombaan.
“sudah jam berapa?” tanya Santoso
“jam 02.00 pagi” jawabku singkat setelah melihat jam
diponselku.
“sekitar 2 jam lagi kita sampai” ucap Santoso
“sudahlah. Kita istirahat dulu sebentar” balasku
Setelah istirahat yang cukup, kami melanjutkan perjalanan.
Sebenarnya aku kasihan kepada Santoso, karena ia tampak kelelahan,matanya yang
memerah ditambah bawah matanya yang berkantung gelap menandakan ia sudah
mengantuk berat, tapi entah mengapa ia bisa kuat dan memaksakan diri. Untuk
kali ini aku benar-benar tak bisa diandalkan, aku sendiri punya kelainan mata.
Mataku tak bisa melihat dengan jelas ketika gelap ditambah kemampuan
berkendaraku yang kurang mahir. Semua itu membuat nyaliku menciut. Tapi dengan
niat yang baik dan penuh kehati-hatian akhirnya kami sampai tujuan dengan
selamat.
Aku segera menghubungi Garda agar segera menjemput kami.
Garda sendiri adalah salah satu kawan didesaku yang sekarang bekerja disalah
satu perusahaan besar swasta dan tinggal dikota perantauan sudah 2 tahun
lamanya.
Kami disambut hangat oleh Garda, kami dipersilahkan masuk
kekosnya yang sederhana tapi bersih dan rapi. Ia menyuruh kami duduk dan dengan
cekatan menyuguhkan kami berdua secangkir kopi dan makanan ringan yang tersedia
dikosnya.
“maaf da, jadi ngerepotin” ujarku
“santai sajalah” balasnya enteng.
Keesokan harinya tepatnya hari senin, aku bersiap, hari ini
aku akan mendatangi salah satu perusahaan di ibu kota untuk melakukan psikotes dengan
diantar Santoso.Santoso sendiri akan pergi menemui salah satu kawan lamanya
karena memang sudah ada janji sedangkan Garda seperti biasa menjadi buruh
pabrik sukses yang super sibuk.
Sesampainya ditempat tujuanku, aku dan Santoso berpisah.
Santoso berjanji akan menjemputku jika tesnya sudah selesai. Aku berjalan
menuju pos satpam untuk melapor dan mendatakan diri sebagai peserta yang telah
diterima lamarannya. Aku sempat mengobrol dengan beberapa peserta lainnya tanpa
menyebutkan nama bahkan bertanya nama, tapi kami seolah-olah sudah kenal lama.
Tak lama kemudian hal yang sudah ditunggu-tunggu tiba. Pak
satpam menyuruh kami, 20 orang peserta untuk berbaris dan berjalan teratur satu
persatu masuk keaula untuk melaksanakan psikotes. Di aula kami bertemu dengan
HRD pihak penyelenggara tes. Beliau sempat memperkenalkan diri serta memberikan
intruksi perihal psikotes yang akan kami hadapi. Beliau memberikan kami waktu 1
jam untuk menyelesaikan semua soal-soal yang ada. Aku dengan percaya dirinya
tak
mempermasalahkan hal itu karena aku yakin aku bisa lolos, aku berasumsi
soalnya sama seperti apa yang telah aku jalani diperusahaan-perusahaan
sebelumnya.
Dan tepat seperti dugaanku. Setelah menunggu seminggu
lamanya, akhirnya aku dapat kabar dari HRD bahwa aku lolos dan bisa melanjutkan
tes tahap berikutnya yaitu tes interview. Aku sangat gembira tapi juga merasa
cemas. Sudah berkali-kali ikut tes interview diberbagai perusahaan tapi aku
selalu gagal, aku takut jika akan terjadi hal yang serupa. Mungkin 2 tahun yang
lalu ketika baru lulus smk aku bisa lolos tes interview dan bekerja
diperusahaan besar karena mungkin penampilan dan wajah polosku tapi tidak untuk
kali ini, aku sudah tidak bisa membodohi pihak penyelenggara tes dengan
alasan-alasan palsu. Tapi tak apalah bermodalkan niat baik dan basmallah aku
siap menghadapi apapun yang akan terjadi.
Senin, diminggu pertama, aku sudah siap dengan pakaian ciri
khas pelamar kerja yaitu hitam putih. Santoso tak bisa mengantarku lagi karena
ia harus keluar pagi buta karena sudah ada perlu sedangkan Garda sudah dari
tadi kuantar ketempat kerjanya. Kali ini dengan kemurahan hatinya, Garda
meminjamkan kuda besi hitam miliknya untuk dipakai olehku datang ke perusahaan
untuk melakukan tes interview.
Aku segera berangkat menuju tempat tujuanku. Sesampainya
disana sudah kudapati ramainya halaman perusahaan yang dipenuhi oleh pasukan
hitam putih. Aku memarkirkan motor dan segera menghubungi satpam, nomor 25
adalah nomor antrianku. Aku mengobrol dengan peserta lainnya sambil menunggu
giliran. Rasanya sangat membosankan memang, ditambah waktu yang dibutuhkan tiap
peserta memerlukan hampir 20 menit. Aku sudah menduga pasti giliranku sampai
sore tiba. Dan setelah menunggu hingga hampir sore akhirnya aku mendapatkan giliran.
Aku dipandu satpam masuk keruangan aula untuk bertemu dengan pihak HRD. Rasanya
deg-degan, tapi sebisa mungkin aku menenangkan diri supaya jika ditanya tidak
gerogi dan lancar menjawabnya.
Pertanyaan demi pertanyaan , aku jawab dengan lancar. Walaupun
kadang ada yang aku jawab asal-asalan tapi hal tersebut tak membuatku gerogi
dan tetap releks. Alhamdulillah tes yang aku hadapi lancar, hanya butuh
memerlukan waktu 15 untuk melakukannya. Tapi aku harus menunggu selama 2 minggu
untuk mendapatkan pengumumannya, semoga saja aku lolos dan bisa diterima
bekerja sehingga gelar pengangguranku segera berakhir disini.
Sudah 2 minggu lamanya aku menunggu kabar dari pihak
perusahaan tapi naas tak ada kabar apapun. Kedua temanku menyarankan untuk
tetap sabar tapi pada akhirnya aku memutuskan untuk pulang kampung dan akan
menunggu kabarnya dirumah saja karena aku tak mau lebih lama lagi merepotkan
Garda. Walaupun mungkin Garda tak pernah merasa keberatan tapi aku sendiri
sadar diri bahwa tak baik selalu merepotkan dan mengandalkan orang lain.
Dikampung aku tetap menunggu jawaban, tapi kejadian naas
terjadi. Kartu perdanaku hangus entah kenapa. Aku sudah menghubungi bahkan
datang ke pihak gallery kartu perdana milikku tapi sayang nasib baik tak
berpihak kepadaku. Aku harus merelakan kartuku yang sudah bertahun-tahun
menjadi penghubungku dengan semua orang-orang dekatku yang jauh tak dipandang
mata. Padahal kartu sedang kugunakan untuk menanti kabar perihal hasil
interview tapi apa boleh buat, akhirnya aku harus merelakan kerja kerasku yang
pada akhirnya gagal seperti biasanya. Mungkin bukan kali ini, tapi mungkin lain
kali..
Lain kali aku pasti bisa dan lebih beruntung lagi...
tamat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar